Dalam perbincangan sehari-hari di masyarakat, kita sering mendengar pernyataan bahwa perhitungan sosial tidak
sama dengan perhitungan matematika. Pernyataan tersebut kemudian diperkuat
dengan sebuah argumentasi bahwa satu tambah satu di matematika pasti hasilnya
dua, tetapi satu tambah satu di dunia sosial tidak mesti dua, bisa tiga, empat
dan seterusnya, mereka mencoba menganalogikan kasus ini pada peristiwa
perkawinan.
Sepintas, pernyataan tersebut sepertinya dapat diterima,
akan tetapi jika kita mencoba memperhatikan lebih jauh, pernyataan ini sama
sekali tidak dapat diterima, tidak logis dan tidak sedikitpun menjadi alasan bahwa
pernyataan diatas benar. Menganalogikan kasus dalam kehidupan sehari-hari
kepada konsep matematika dibutuhkan suatu proses yang disebut pemodelan,
demikian pula untuk memahami bahkan
menggunakan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari dibutuhkan suatu
proses pula yang dinakaman aplikasi. Dalam istilah pemrograman computer proses
pemodelan disebut encode dan proses aplikasi disebut decode.
Secara ideal, proses decode dan encode akan sesuai dan tentunya
tidak bertentangan. Dengan kata lain, konsep matematika tidak bertentangan
dengan aturan kehidupan dan aturan kehidupan sejalan dengan konsep matematika.
Sementara itu, pernyataan bahwa 1 + 1 = 2 tidak berlaku pada
perhitungan sosial, karena 1 + 1 pada kehidupan sosial bisa saja 2,3,4, dan
seterusnya, sebagaimana seorang laki laki menikah dengan seorang perempuan
jumlah mereka akan menjadi 3, 4 dan seterusnya. Jika merujuk pada aturan yang
telah diungkapkan tadi, tentunya disini terjadi proses pemodelan dari kasus
pernikahan kedalam konsep operasi
bilangan matematika. Seorang laki-laki tentunya berbeda dengan seorang
perempuan, maka kita misalkan laki-laki = x dan perempuan = y, operasi
penjumlahan merupakan permisalan dari perkawinan.
sehingga diperoleh suatu model matematika
x + y (seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan)
dimana x ≠ y (laki-laki berbeda dengan perempuan) sehingga hasil dari x + y
bisa berapa saja, bergantung dari nilai x dan y yang diberikan. Jika dikaitkan
dengan kehidupan sosial, bergantung kepada kesuburan dari laki-laki dan
perempuan.
Berbeda dengan pernyataan diatas bahwa dalam hitungan sosial
1 + 1 bisa 2, 3 dan seterusnya,
perhatikan permisalan berikut
jika kita ambil x = 1, dan y =1 maka artinya x = y, ini bertentangan
dengan kenyataan bahwa laki-laki berbeda dengan perempuan maka tidak mungkin
terjadi perkawinan. Sehingga jumlahnya pun akan tetap 1 + 1 selalu 2, Dengan
kata lain analogi 1 + 1 = 2, 3, dst tidak akan terjadi dan tidak menggambarkan
analogi perkawinan. Karena kenyataannya perkawinan akan terjadi pada manusia
yang berbeda jenis kelamin (x ≠ y).
lantas apa pentingnya membahas hal sepele seperti ini..?
bagi para praktisi pendidikan matematika, ini sangat penting
dan berpengaruh terdahap terbentuknya paradigm berfikir terhadap matematika.
Jika pernyataan diatas dianggap benar, maka siswa akan beranggapan bahwa
matematika jauh dari kehidupan sosial. Matematika tidak memiliki makna dalam
pergaulan, matematika tidak punya urusan dalam masalah agama, Padahal pada
hakekatnya kehidupan merupakan sekumpulan aturan yang sangat teratur dan sistematis
dibawah aturan Tuhan, biasa kita sebut dengan hukum alam, tidak ada satu pun di
dunia ini yang keluar dari hukum alam, bukankah matematika itu sekumpulan aturan..?.
Bahkan matematika itu sendiri pun merupakan produk dari hukum alam, matematika
mengajarkan kepatuhan terhadap aturan, pentingnya aturan, dan sebagainya. Permasalahannya
adalah sejauh mana kemampuan kita bisa memahami aturan kehidupan tersebut
kedalam simbol-simbol matematika. Sehingga bukanlah suatu alasan saat
ketidakmampuan melihat kesesuaian anatara matematika dengan kehidupan sosial
maka perhitungan matematika berbeda dengan perhitungan sosial.
Hukum sosial akan selalu selaras
dengan matematika begitu pula sebaliknya, karena matematika adalah bagian dari
kehidupan dan kehidupan terbentuk atas aturan aturan matematika yang maha
sempurna dan teliti dibawah kekuasaan Tuhan, sebagaimana galileo galilei dalam
pernyataannya “matematika adalah Bahasa Tuhan dalam menciptakan alam semesta”.
Pada muaranya bahwa ilmu pengetahuan apapun pada hakekatnya hanyalah upaya
manusia yang sangat terbatas itu, untuk mendekati kebenaran yang hakiki.
Wallahu ‘alam