Jika
bertemu, mereka terbiasa saling merangkul seraya mencium pipi mitranya dengan
bibir. Ini suatu perilaku yang dianggap nyeleneh oleh orang lain umumnya,
bahkan mungkin juga oleh orang Indonesia. Orang lain yang tidak memahami budaya
Arab akan menganggap perilaku tersebut sebagai perilaku homoseksual. Walhasil,
jika kita bersama orang Arab, kita harus tahan berdekatan dengan mereka. Bila
kita menjauh, orang Arab boleh jadi akan tersinggung karena kita menyangka
bahwa kehadiran fisiknya menjijikkan atau kita dianggap orang yang dingin dan
tidak berperasaan. Begitu lazimnya orang Arab saling berdekatan dan bersentuhan
sehingga senggol menyenggol itu hal biasa di mana pun di Arab Saudi yang tidak
perlu mereka iringi dengan permintaan maaf.
Sejak kanak-kanak orang Arab dianjurkan untuk mengekspresikan perasaan mereka apa adanya, misalnya dengan menangis atau berteriak. Orang Arab terbiasa bersuara keras untuk mengekspresikan kekuatan dan ketulusan, apalagi kepada orang yang mereka sukai. Bagi orang Arab, suara lemah dianggap sebagai kelemahan atau tipu daya. Tetapi suara keras mereka boleh jadi ditafsirkan sebagai kemarahan oleh orang yang tidak terbiasa mendengar suara keras mereka. Maka pasti akan banyak yang mengira, kalau bicaranya seperti marah ketika seorang pegawai Arab misalnya, sedang memeriksa paspor, iqamah, dsb. Banyak jamaah Haji atau Umroh di Arab Saudi yang belum memahami tentang orang arab ketika berbicara, bisa saja mengindetikkan suara mereka yang keras itu sebagai bentuk kemarahan.
Sebaliknya,
senyuman wanita kita kepada pria arab yang bertujuan bentuk keramah tamahan
bangsa Indonesia, itu dianggap sebagai sebuah kerendahan martabat wanita dan
godaan yang ditujukan kepada mereka. Bahkan pernah salah seorang jamaah Haji di
ikuti oleh pria arab sampai ke maktab Cuma gara gara jamaah wanita kita
melontarkan senyuman kepada pria arab.
Begitu
juga bergandengan tangan dengan sesama jenis di Saudi itu termasuk ‘aib‘
menurut mereka, sebab bisa dianggap sebagai pasangan homo, tetapi jika yang
bergandengan tangan itu berlainan jenis ternyata biasa-biasa saja, sebab
‘diduga‘ itu pasangan suami istri, aneh juga ya?
Kadang
kalau kita mendengarkan mereka berdebat, seperti orang yang sedang berkelahi.
Perdebatan berlangsung panjang dan lama. Namun setelah selesai berdebat, mereka
seperti biasa kembali. Seolah-olah tidak terjadi suatu apapun, tapi tidak tahu
apa isi benak mereka masing-masing
Sifat-sifat
seperti ini cenderung ada pada orang Arab. Tidak heran, kalau terjadi konflik
terus menerus di jazirah Arab sana. Keengganan mereka untuk mengalah
seolah-olah mencerminkan kekerasan hati mereka. Di balik itu, mereka sangat
menghormati keputusan yang sudah diambil walaupun harus mengalah. Mereka juga
cenderung untuk tunduk pada keputusan yang diambil oleh pemimpinnya.
Kalau
kita mengenal tabiat dan karakter mereka maka kita gak kaget jika kita suatu
saat diapanggil Allah untuk melaksanakan Haji atau Umroh, dan kesalah pahaman
akibat latar belakang budaya serta adat ini bisa dihindari, dan ibadah kita
jadi lebih khusyu di tanah suci